Judul Buku : Seribu Wajah Ayah
Pengarang : Azhar Nurun Ala
Penerbit : Azharologia
Tahun terbit : 2014
Ukuran buku : Portrait 19cm x 12,5cm x 1,3 cm.
Tebal : 185 halaman
Sinopsis
Buku Seribu Wajah Ayah (SWA) menceritakan seorang tokoh 'kamu' yang menjalani keseharian dengan seorang ayahnya. Yaap hanya seorang, bukan dua orang. Mungkin dua jiwa di dalam satu fisik yang sama. Dalam buku SWA ini, menceritakan bagaimana kesabaran, ketangguhan, kekuatan, dan kehebatan seorang ayah yang merawat 'kamu' seorang diri.
Dalam Novel SWA ini juga menceritakan tokoh 'kamu' yang selalu yakin bahwa sebenarnya ibunya tidak mati, ia tidak ragu sedikitpun bahwa ruh ibunya kini menyatu dalam tubuh ayahnya yang tidak hanya memiliki sifat tegas, namun juga mempunyai sifat keibuan. Sebab ia terlalu mencintai ayahnya. Tokoh 'kamu' disini juga selalu yakin bahwa khusus baginya, surga juga ada di telapak kaki ayahnya.
Dalam SWA menceritakan penyesalan tokoh 'kamu' yang semakin tumbuh dewasa, namun lupa bahwa ayahnya pun juga semakin tua. Kini ayahnya telah pergi, dalam kesendirian. Menyusul ibu yang sudah pergi duluan duapuluh tahun lalu ketika usiamu baru hitungan detik. Kamu, yang barangkali menjadi satu-satunya obat bagi kesedihan ayahmu atas kepergian orang yang teramat dicintainya waktu itu, ternyata tak hadir menemani saat-saat terakhirnya.
Unsur Intrinsik Novel
- Tema : Kekeluargaan. Kisah seorang Anak dan Ayahnya yang menjalani hidup berdua.
- Latar tempat : Rumah tokoh, sekolah, lingkungan perantauan tokoh
- Waktu : Pagi hingga malam
- Suasana : Mengharukan, menyedihkan, menyesal.
- Alur : Novel ini menggunakan alur maju mundur artinya dalam cerita terjadi flashback ke masa lalu dan kejadian sekarang.
- Gaya Bahasa : Menggunakan bahasa literal, bahasa dalam arti sebenarnya. Ada beberapa menggunakan gaya bahasa (majas).
7. Amanat :
- Apapun yang ada di alam raya ini, semua berasal dari 'sesuatu' yang Maha Kekal. Maka kelahiran dan kematian manusia sejatinya hanyalah permainan waktu. Gunakanlah waktu sebaik-baiknya. Jangan menyesal dengan kata 'seandainya'-- padahal ia sama sekali tdk membantumu memutar waktu untuk kembali ke masa lalu. Selalu ada hal lain yang lebih bijak dari mengenang : membuat cerita baru yang lebih indah.
- 'Tak selalu yang kita yakini berani kita jalani'. Berani atau tidak berani, tentu saja semata-mata tentang pilihan. Boleh saja kita merasa tidak mampu, tapi kita tetap punya kesempatan untuk berani.
- Selalu ingat, saat kita tumbuh dewasa ada dua orang yang juga tumbuh menua.
epilog : http://azharologia.com/swa/
website: azharologia.com
website: azharologia.com
Kelebihan Novel
Dalam novel ini, terdapat kata-kata yang membuat kita merenung untuk semangat menjalani kehidupan. Ditambah lagi pengaturan bahasa kalimat yang cantik dan mudah dimengerti. Makna kalimat yang bisa menjadi 'guru' namun jauh dari kata menggurui.
Kekurangan Novel
alur cerita flashback dan alur maju yang membuat sedikit bingung.
Rate ★ ★ ★ ★ ☆- 4/5
Rate ★ ★ ★ ★ ☆- 4/5
____________
Seribu Wajah Ayah adalah novel karya Azhar Nurun Ala, salah satu penulis favorit saya. Ini merupakan buku ketiga nya setelah yang pertama "Jatuh' dan kedua "Tuhan Maha Romantis". Dalam novel ini Azhar juga mengajak pembaca 'turut serta' di dalam bukunya, 'turut serta' dalam arti sebenarnya, ia menyematkan foto #momenbarengayah para pembaca di dalamnya. menurut saya ini marketing yang interaktif dan menarik.
Selain tertarik karena sisi 'penyematan foto', saya pribadi tertarik karena saya telah membaca epilog buku SWA ini sebelumnya. Saya selalu tertarik dengan buku yang bertemakan keluarga, persahabatan, dan non-fiksi atau cerita yang telah terjadi sebenarnya di dunia nyata.
Seribu Wajah Ayah,
Karena cintanya adalah pancaran cahaya- tak 'kan berhenti hanya karena kamu menutup jendela.
Kau adalah matahari, yang panasnya tak membakar. Menghangatkan
Kau bersinar sendiri, bawa aku menuju terang.
Kini, matahari telah terbenam
Tak ada lagi cahaya
Tak ada lagi yang menghangatkan.
(Nurun Ala, Azhar. 2014. Seribu Wajah Ayah. Depok. Azharologia)
Bukan harta, bukan pujian yang mereka butuhkan.
Tapi suatu yang kekal terhubung-Doa.
Ibu, Ibu, Ibu...
Yaa.. selalu ingat ada kata Papa, Abah, Ayah, Bapak, Abi, Aba, Papi -atau panggilan lain kita menyebutnya- setelahnya.
Dua orang yang ridho nya adalah Ridho Nya.
Dua orang yang tanpa diminta, pasti selalu mengirimkan doanya.
Dua orang yang selalu siap untuk menerima doa dari kita, anaknya.
sudah sampai kah doa-doa kita utk mereka ?
sudah cukup memenuhi kriteria kah kita utk bisa terkirim doanya?
atau
pertanyaan yang lebih pantas
sudahkah kita mendoakannya?
:)
D.U.K
Tidak ada komentar:
Posting Komentar